NUPTK : 6853761662200002
Asal Sekolah :
SMPN 1 Curugkembar
Mengerjakan LK Tagihan
LK 3.6 Analisis Unsur
Instrinsik dan Ekstrinsik Cerpen” Beras Aking”
BERAS AKING
oleh : Ayu
Pangestu
INI pilihanku ! Aku harus menjalankan usaha
beras aking ini!” tekadku tegas dalam hati
Ya , aku tak mungkin menutup usahaku ini, yang
sudah berjalan hampir satu tahun. Usaha yang tidak membawa keuntungan banyak,
tapi ada kebanggaan di hati. Itu karena pengkonsumsi beras akingku adalah
masyarakat miskin yang tidak mampu lagi membeli beras yang harganya sudah menggila,
sementara cacing di perut terus menuntut atas kelaparannya. Dan usahaku ini
adalah solusi untuk mereka dan cacing itu.Ya, makan nasi aking adalah sebuah
pilihan rakyat miskin untuk tetap hidup.
Aku tahu abah tidak suka dengan usahaku ini.
Permasalahannya karena keuntungan yang aku peroleh kurang dari cukup. Untuk
bisa membahagiakan bapak dan ibu saja tidak bisa. Padahal mereka ingin kalau aku,
kelak nanti bisa membiayai mereka pergi haji.
“Bapak menyekolahkan kamu jauh-jauh, mahal,
dengan usaha mati-matian, sampai ngutang, supaya kamu bisa dapat kerja yang
mapan,” ujar bapak saat aku baru saja lulus dan baru satu bulan menjalankan
usahaku.
Aku diam saat itu. Jujur, aku bingung bagaimana
menjawabnya. Bapak yang hanya seorang petani garapan dan peternak, selama ini
membiayaiku dengan upah hasil menggarap sawah orang dan menjual hasil ternak
kambingnya yang jumlahnya mencapai tiga belasan. Kini di kandang tinggal seekor
sapi dan tiga kambing yang masih tersisa. Biayaku kuliah di Jakarta memang
berat, walaupun aku kuliah dikampus negeri, tetap saja berat. Titelku yang
sebagai sarjana komonikasi pun tidak ada gunanya saat ini.
Demi mengisi hari-hariku di kampung, aku
beranikan diri untuk membuka usaha beras aking, dari modal tabunganku semasa kuliah, hasil membantu Jhon teman kuliahku yang
membuka usaha warung “Pecel Lele.” Jhon adalah satu dari beberapa mahasiswa
yang kuliah sambil berwiraswasta. aku kagum dengan dirinya. Dan sebetulnya
niatku membuka usaha beras akingku ini selain melihat kondisi rakyat miskin
yang kelaparan, juga karena Jhon yang memotivasiku dalam berwiraswasta.
Aku mulai memburu nasi aking mulai pukul tujuh
pagi selepas Dhuha. Mobil pick-up milik abah peninggalan dari kakek, aku
gunakan untuk melancarkan usahaku. Targetku adalah pedagang makanan yang biasa
mangkal di Pasar Rawu, Pasar Lama, Pasar Ciruas, beberapa kantin di kampus
–kampus Serang, warung makan, dan ruma makan Padang. Aku bayar meraka tiga
ratus rupiah untuk satu ember nasi aking yang aku dapatkan.
Senja aku pulang, dan segera merendam nasi aking
itu dalam baskom besar, emak sudah menyiapkan sebelum aku datang. Esok paginya,
barunasi aking di pisahkan dari lauk-pauknya saperti sambal, sayuran,
tempe-tahu, dan tulang-tulang. Setelah bersih, baru ditiriskan dan dijemur,
digelar tipis-tipis di nyiru yang
diletakkan di para-para bambu rendah.
Aroma busuk masi bau. Setelah nasi aking kering
kerontang, dan berwarna kecoklatan, lalat baru beterbangan.
Usahaku berjalan cukup lancar, nasi aking
didistribusikan ke kampung-kampung, atau beberapa pasar tradisiponal di
Karawang, Banten, Solo, dan Jakarta. Kini, sejak Jakarta dilanda banjir, orang
Jakarta mulai memakan beras aking, hidup mereka berbenturan dengan harga
senbako yang makin menggila. Untuk pendistribusian, aku ajak dua pemuda masjid
di kampung (Girun dan Sholeh) yang selama ini bekerja serabutan dan banyak
menganggur. Ibu dan dua adik kembarku Asih dan Esih yang masih duduk dibangku
kelas 2 SMU, ikut serta membantu usahaku.
Aku menjual harga beras akingku berbeda-beda.
Untuk beras yang butirannya masih utuh aku jual Rp.1.500 per liter. Butiran
yang masih terbelah lima puluh persen aku hargai Rp.1.100 perliter, dan untuk yang
banyak belahannya aku hargai Rp. 800 perliter.
“Yu, bapak kasihan sama kamu. Hasil usaha kamu
nggak banyakkan?”
“Memang, Pak. Saya naroh di agen Rp.1.200,
dijual Rp.1.500. Bayar nasi aking dua ratus lima puluh rupiah. Ongkos
transport, tiga ratus lima puluh rupiah. Bayar asisten, tiga ratus rupiah,
belum ongkos cuci, dan lain-lain dua ratus lima puluh rupiah. Ya.. untungnya
dua ratus lah, itu dari perliternya. Tapi niat saya nolong, Pak.”
“Baik sih niat kamu, tapi ya mau sampai kapan
terus-terusan usaha beras aking. Itu tidak mencukupi apa-apa. Kelak kamu kan
juga harus menabung untuk masa depanmuu.”
“Ya bersabarlah, pak, mudah-mudahan ada jalan terangnya. Masalah rezeki, Wahyu tidak pernah
takut, yang penting ikhtiar dan do’a sudah maksimal.”
Bapak lebih memilih diam untuk menanggapi
ucapanku.
“Ya, nanti kalau usahanya mentok, Wahyu coba
ngelamar kerjalah, Pak.” Ucapku untuk menenangkan hati bapak sementara.
Pagi ini, untuk pertama kalinya kau merasakan
beras aking. Ibu yang memasaknya.
“Mudah kok Yu masaknya. Nasi cukup direndam
hingga mekar. Ditiriskan, terus dikukus.”
Ya memang mudah, nasi itu enak dimakan saat
masih hangat ditambah lagi dengan sambal dan ikan sain layur.
Setelah makan, aku pamit kepada ayah dan emak
untuk ke Jakarta. Hari ini aku mau melakukan penagihan utangku kepada, Engko
Chan yang selama ini menjual beras aking ku di toko sembakonya. Engko Chan
adalah satu-satunya agen yang paling sering berhutang, sementara kalau yang
lain, biasanya pembayaran langsung dilakukan di muka ketika beras-beras akingku
diantar. Hari ini aku perintahkan Girun untuk memburu nasi aking.
Tapi, sesuatu terjadi diluar dugaanku. Belum
sempat aku sampai ke toko Engko Chan, musibah menimpa ku. Mobil butut tua milik
abahku raib ketika hampir sebentar aku ke toilet umum di sebuah pasar. Saat itu
mobilku parkir. Mungkin karena ramainya pasar, dan orang tidak ada yang ngeh,
jadi mobil itu hilang dengan mudahnya.
Bingung menyergap. Entahlah abah akan senang
karena mobil bututnya hilang dan aku mencari tempat kerja di tempat lain, atau abah marah
karena mobilnya hilang? “Tapi kalau bukan aku, bagaimana nasib orang miskin di sana, siapa yang menjamin
mereka besok bisa makan? Girun dan Soleh.” Gumam batinku gundah.
JAWABAN
UNSUR INTRINSIK CERPEN “BERAS AKING” KARYA AYU
PANGESTU
1. Tema
Tema cerpen
“Beras Aking” adalah pengorbanan. Pengorbanan ini tergambar dari tokoh aku yang
bernama Wahyu. Tokoh ini rela menjadi pedagang beras aking meskipun seorang sarjana
komunikasi padahal orang tuanya berharap dia mendapatkan pekerjaan yang layak.
Dia melakukan ini karena ingin membantu orang miskin dan rela mengorbankan
gengsinya.
2. Penokohan
a. Aku (Wahyu) sebagai
tokoh utama
Tokoh aku adalah seorang pemuda yang baru lulus kuliah, bergelar sarjana
komunikasi. Ia berprofesi sebagai pedagang beras aking. Ia memiliki sifat pekerja
keras dan peduli.
Bukti pendukung sifat pekerja keras tergambar dalam kutipan cerita berikut
:
“...Aku mulai memburu nasi aking
mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha. ..... Senja aku pulang, dan segera merendam nasi aking itu... Esok paginya, baru nasi aking... “
Bukti pendukung sifat peduli
tergambar dalam kutipan cerita berikut :
“...sebetulnya
niatku membuka usaha beras akingku ini selain melihat kondisi rakyat miskin
yang kelaparan...”
b. Abah
Tokoh Abah digambarkan sebagai tokoh pekerja keras yang memiliki semangat
dan rasa cinta kepada anaknya yang tinggi. Wujud rasa cinta abah kepada anaknya
(Wahyu) dengan rela bekerja sama demi anaknya mendapatkan pendidikan yang
tinggi.
Bukti pendukungnya tergambar dalam kutipan cerita berikut :
“...Bapak menyekolahkan kamu
jauh-jauh, mahal, dengan usaha mati-matian, sampai ngutang, supaya kamu bisa
dapat kerja yang mapan,” ujar bapak saat aku baru saja lulus dan baru satu
bulan menjalankan usahaku...”
c. Ibu
Tokoh Ibu digambarkan sebagai tokoh yang rela
berkorban dan membantu anaknya (tokoh aku) dalam kegiatan bisnisnya.
Bukti pendukungnya tergambar dalam kutipan cerita berikut :
“...Pagi ini, untuk pertama
kalinya kau merasakan beras aking. Ibu yang memasaknya...”
d. Gasrun dan Sholeh
Kedua tokoh ini digambarkan sebagai pemuda kampung
yang dipekerjakan oleh tokoh aku (Wahyu). Mereka bekerja membantu tokoh aku
untuk mengumpulkan, mengolah, dan menjual kembali beras aking.
Bukti pendukungnya tergambar dalam kutipan cerita berikut :
“...Untuk pendistribusian, aku
ajak dua pemuda masjid di kampung (Girun dan Sholeh) yang selama ini bekerja serabutan
dan banyak menganggur...”
e. Asih dan Esih
Kedua tokoh ini adalah adik tokoh aku (Wahyu) yang digambarkan sebagai
peekrja keras juga.
Bukti pendukungnya tergambar dalam kutipan cerita berikut :
“...Ibu dan dua adik kembarku Asih dan Esih yang masih duduk dibangku kelas 2
SMU, ikut serta membantu usahaku...”
Adapun
teknik penggambaran tokoh dalam cerpen “Beras Aking” adalah teknik dramatik.
3. Latar/Setting
Latar/setting
Cerpen “Beras Aking” sebagai berikut :
a. Latar tempat
-
Kampung
Bukti
pendukung : “...Demi mengisi hari-hariku
di kampung, aku beranikan diri untuk membuka usaha beras aking, dari modal
tabunganku semasa kuliah...”
-
Kota Serang
Bukti
pendukung :
“ ...Targetku adalah pedagang makanan yang biasa mangkal di Pasar Rawu, Pasar
Lama, Pasar Ciruas, beberapa kantin di kampus –kampus Serang, warung makan, dan
rumah makan Padang...”
-
Pasar
Bukti
pendukung :
“...Mobil butut
tua milik abahku raib ketika hampir sebentar aku ke toilet umum di sebuah
pasar. Saat itu mobilku parkir. Mungkin karena ramainya pasar, dan orang tidak
ada yang ngeh, jadi mobil itu hilang dengan mudahnya...”
-
Rumah
Bukti
pendukung :
“...Senja aku
pulang, dan segera merendam nasi aking itu dalam baskom besar, emak sudah
menyiapkan sebelum aku datang...”
b. Latar waktu
-
Pagi hari
Bukti
pendukung : “...Aku mulai memburu
nasi aking mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha...”
-
Sore hari
atau senja
Bukti
pendukung : “ ...Senja aku pulang, dan segera
merendam nasi aking itu dalam baskom besar, emak sudah menyiapkan sebelum aku
datang...”
c. Latar suasana :
-
Bingung dan
sedih
Bukti
pendukung : “...Bagaimana nasib orang miskin di sana, siapa
yang menjamin mereka besok bisa makan? Girun dan Soleh.” Gumam batinku gundah...”
-
Hening
Bukti
pendukung : “...Aku diam saat itu. Jujur, aku
bingung bagaimana menjawabnya...”
4. Alur/Plot
Alur Cerpen
“Beras Aking” adalah alur campuran. Adapun tahapan alurnya sebagai berikut :
-
Pengenalan
tokoh
Pada tahap
ini pengarang memperkenalkan tokoh aku (Wahyu), seorang sarjana komunikasi yang
berprofesi sebagai pedagang beras aking.
-
Pemunculan
masalah
Pada tahap
ini diceritakan tokoh Abah yang tidak menyetujui profesi tokoh aku (Wahyu).
Abah menginginkan anaknya memiliki pekerjaan yang layak karena dia sudah
membiayai kuliahnya sampai berhutang.
-
Masalah
memuncak
Pada tahap
ini diceritakan tokoh Abah yang kembali menanyakan perihal pekerjaan tokoh aku
(Wahyu). Tokoh aku (Wahyu) menjelaskan bahwa dia sudah mendapatkan laba, tetapi
sedikit. Abah tidak puas dengan yang dipaparkan anaknya. Abah kembali berharap
anaknya mempunyai kehidupan yang lebih baik.
Bukti
pendukung :
-
Puncak
masalah
Pada tahap
ini diceritakan ketika mobil butut warisan dari kakek tokoh aku (Wahyu) hilang
ketika di parkir dekat pasar dan dia merasa bingung.
-
Penyelesaian
dan akhir cerita
Pada tahap
ini tokoh aku (Wahyu) bingung karena keadaan dirinya. Akhir ceritanya
menggantung.
5. Sudut Pandang
Sudut
pandang Cerpen “Beras Aking” adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama (aku).
6. Amanat
Amanat
Cerpen “Beras Aking” sebagai berikut :
a. Manusia harus memiliki sifat suka membantu orang lain.
b. Kita harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu.
c. Kita harus taat pada perintah orang tua.
UNSUR EKSTRINSIK CERPEN “BERAS AKING” KARYA AYU
PANGESTU
1.
Kondisi lingkungan sosial
Kondisi
sosial yang tergambar dalam cerpen “Beras Aking” adalah terdapat kesenjangan
sosial berupa nasi aking yang dikonsumsi masyarakat miskin dan dibeli dari
rumah makan. Selain itu, ada masalah sosial berupa pencurian mobil.
2.
Kondisi
lingkungan pendidikan
Pendidikan
Indonesia pada saat itu (2007, mungkin hingga kini) merupakan sesuatu yang
mahal) apalagi bagi masyarkat miskin.
Selain itu, masih harus berhutang untuk menyekolahkan anaknya dan lulusan
pendidikan tinggi juga tidak otomatis mendapatkan pekerjaan yang tinggi pula.
3.
Latar
belakang pengarang
Cerpen
“Beras Aking” ditulis pada tahun 2007.
4.
Latar
belakang penciptaan
“Beras
Aking” diciptakan di Indonesia. Beras aking adalah makanan yang dimanfaatkan
oleh sebagian masyarakat Indonesia. Ada yang dimakan manusia (kualitas tinggi)
dan ada yang dijadikan makanan ternak.
5.
Nilai-nilai
yang terdapat dalam Cerpen “Beras Aking” sebagai berikut :
-
Nilai
agama, hal ini terdapat dalam kutipan cerita berikut :
“...Aku mulai memburu nasi aking mulai pukul tujuh pagi selepas Dhuha...”
-
Nilai
sosial, hal ini terdapat dalam kutipan cerita berikut :
“...pengkonsumsi
beras akingku adalah masyarakat miskin yang tidak mampu lagi membeli beras yang
harganya sudah menggila...”
Bagus
ReplyDeleteTerima kasih, semoga bermanfaat, Aamiin
ReplyDelete